breastfeeding, sophiesibatita

My Breastfeeding Story: from Surplus to Defisit

Sejak lama saya ingin merangkum cerita kami, saya dan Sophie, dalam hal menyusui. Dan inilah cerita yang sudah sejak lama mengendap di otak saya.

Sejak awal kehamilan, menyusui (breastfeeding) adalah satu-satunya opsi dalam kepala saya. Ya bagaimana tidak, lingkungan terdekat saya semuanya menyusui bayinya. Ibu saya menyusui kakak, saya dan adik saya. Bahkan untuk saya dan adik saya sampai lebih dari dua tahun, sampai kami bosan kata beliau. Menyusui ya, bukan eksklusif. Namanya juga orang desa di masa 20an tahun yang lalu. Bayi dua bulan juga sudah ngincipin pisang, hahaha… Terus Sita, sahabat saya, juga menyusui Mas Banyu secara eksklusif. Saya terus terngiang percakapan kami waktu itu, “Menyusui itu irit, Tanti. Modalnya cuma kulkas, yang harganya sama dengan harga susu formula untuk 3 bulan”. Hahaha, saya si emak pelitpun merekamnya dengan sempurna.

Di masa kehamilan saya punya terlalu banyak waktu menganggur. Maka browsing menjadi aktivitas utama saya waktu itu. Saya menerima banyak sekali informasi terkait dengan menyusui, seperti tentang ASIX, IMD, dan manajemen ASI untuk ibu bekerja. Saya mencerna hal-hal tersebut. Alhamdulillah saya punya latar belakang Ilmu Farmasi, jadi saya bisa lebih mudah memahami informasi-informasi tersebut. Sayapun mulai menanamkan dalam pikiran saya, bahwa saya ingin semaksimal mungkin memberikan ASI buat bayi saya nantinya. Dan saya pun sharing hal ini pada suami. Ya, kami berdua sepakat dalam hal ini. Terus, saya juga memastikan bahwa RS tempat saya melahirkan mendukung IMD dan rooming in. Alhamdulillah saya mendapatkan RS yang sesuai dengan harapan saya.

Saat menjelang melahirkan, saya dan suami kembali menegaskan pada bidan yang membantu persalinan kami bahwa kami ingin IMD, ASIX dan rooming in. Alhamdulillah kami dimudahkan, Bidan Meinar memberi kesempatan ber IMD, memastikan bahwa Sophie tidak diberi susu formula selama belum ketemu saya, dan mengirimkan Sophie ke kamar setelah 2 jam. Selama dua hari di RS pun kami menerima banyak bantuan. Saat produksi ASI saya masih minim dan Sophie kehausan di hari kedua, Bidan jaga menyarankan agar saya banyak-banyak minum air. Beliau juga mengajari saya posisi menyusui yang benar. Juga hadiah spuit injeksi untuk menarik inverted nipple saya keluar agar Sophie lebih mudah menyusui.

Pulang ke rumah, alhamdulillah saya tidak mengalami banyak kendala yang berarti. Produksi ASI saya alhamdulillah banyak. Masalah yang kami hadapi adalah perlekatan yang tidak sempurna. Sophie kecil mulutnya imut sekali, sudah gitu dia tidak suka membukanya lebar-lebar. Setiap kali mau menyusui saya selalu memberitahu Sophie, -ayo, buka mulutnya yg lebar Nak. Aaaa. Lebih lebar lagi, Aaaaaa…- Suami suka tertawa-tawa melihat saya mangap-mangap mencontohkan buka mulut yang lebar pada Sophie. Karena perlekatannya gak bener, akhirnya nipple saya luka. Pecah-pecah perih. Setiap kali menyusui saya biasanya minta suami ada di dekat saya. Buat dicengkeram lengannya, hahaha.. Lumayan buat mengalihkan perih. Lumayan lah, nipple crack ini saya alami sampai minggu kelima. Nipple crack ini akhirnya sembuh dengan sendirinya, tanpa saya obati dengan krim tertentu ataupun disambung nipple shield. Mungkin Sophie semakin pintar membuka mulut lebar-lebar apa ya.

Minggu kelima saya mulai masuk kerja. Sophie saya tinggal selama 3 jam, 2 kali sehari. Saya mulai belajar memerah menggunakan tangan. Hasilnya yah, dari 5 mL, 10 mL, naik terus sampai akhirnya bisa 50 mL sekali perah. Tapi saya tidak teratur memerah, paling sehari sekali sehingga bisa dikatakan saya tidak punya stok. Sophie pada awal-awal minum ASIP pakai sendok. Sampai pada satu titik Sophie butuh minum yang lebih banyak. Saya kewalahan. Akhirnya saya memutuskan menggunakan pompa. Saya memilih pompa Pigeon Manual. Saya cocok dengan pompa ini. Sekali pompa saya bisa mendapatkan bertahap mulai dari hanya 40 mL sampai rekornya 200 mL sekali perah.

Saya mulai rajin memompa sejak Sophie berumur 3 bulan, sehari setidaknya 3 kali. Makanya saya mulai punya stok ASIP beku di freezer. Kadang saya membawa pompa ke kampus, memompa di toilet lalu menitipkan hasil perahannya di kulkas laboratorium. Tapi saya lebih nyaman pulang, mompa di rumah. Jadi klo pas selo ya saya melipir barang 45 menitan, untuk memompa ASI di rumah dan say hello ke Sophie di TPA. *Aaah, Purwokerto is such a heaven. Semuanya dekat dengan cuaca yang bersahabat. Nyaman sekali di sana* Sophie minum ASIPnya gak banyak-banyak amat, makanya tabungan di freezer terus bertambah. Biasanya saya memberikan 1 botol ASIP beku dan sisanya adalah ASIP fresh perahan hari sebelumnya. Ya, biar stoknya gak kadaluarsa. Karena keterbatasan tempat dan tidak ada resipien yang mau menggunakan stok ASIP Sophie, saya sempat 2 kali membuangnya. Pas Sophie berumur 6 bulan saya membuang 1 L, terus pas 9 bulan saya membuang 1,6 L lagi.

Ketika Sophie berumur 11 bulan freezer kulkas 2 pintu saya masih dihuni oleh 30an botol ASIP. Makanya tidak terlintas sedikitpun dalam kepala saya bahwa kami akan kekurangan ASIP. Pindahan ke Surabaya menjadi masalah bagi kami. Sebagai warga Pwt yang nyaman dan dekat kemana-mana, saya tidak punya cooler bag dan semua printilannya. Untuk pindahan saya sengaja membeli cooler box berkapasitas 16 L. untuk mendinginkannya selama dalam perjalanan, saya membuat banyak es batu dari air mineral kemasan gelas. Kenapa tidak pakai blue ice? Lah, saya tidak bisa menemukannya di Pwt. Jadi ya saya memanfaatkan apa yang ada saja. Sehari sebelum pindahan, saya menelpon induk semang di Sby. Saya minta tolong agar beliau menghidupkan kulkas saya *some people say I am too much for buying refrigenator. Tapi memang butuh dan gak mungkin bawa dari Pwt kok, jadi ya memang harus beli kan?* Terus saya menata botol-botol ASIP tersebut di cooler box. Dari 30 sekian botol yang ada di freezer, saya hanya membawa 23 botol saja. Masalahnya ada di kadaluarsanya. Kulkas di Surabaya adalah kulkas 1 pintu, sedangkan yang di Pwt adalah yang 2 pintu. Beda alat beda masa kadaluarsanya. Makanya saya terpaksa meninggalkan ASIP yang sudah lebih dari 3 minggu umurnya. Total waktu ASIP didalam cooler box adalah 11 jam (saya packing jam 9 malam, trus dibongkar jam 8 pagi). Dari 23 botol tersebut, 5 botol yang letaknya paling atas mencair. OK, modal awal saya adalah 18 botol saja

Nah, masa krisis akhirnya datang juga. Minggu pertama kami di Sby stok ASIP tidak terpakai sama sekali. TPA Sophie belum buka jadi Sophie 24 jam sama saya. Otomatis saya juga tidak bisa mompa. Jadi stok saya ya cuma segitu-gitunya. Klo ikut protokol penyimpanan ASIP harusnya saya membuang sebagian besar stok saya, karena masa simpan ASIP di freezer lemari es 1 pintu kan hanya 2 minggu. Tapi karena stok terbatas dan saya tidak bisa memperbaharui stok, saya bismillah saja. Saya lihat fisiknya masih bagus, belum mencair sama sekali sejak dipindahkan jadi asumsi saya masih bisa diminum. Minggu kedua kami di Sby, Sophie defisit 6 botol. Kombinasi antara capek fisik dan pikiran serta buruknya manajemen waktu membuat produksi ASI saya drop. Minggu ketiga lebih gawat lagi. Sby yang panasnya ampun-ampunan ini membuat Sophie haus melulu. Defisit 12 botol. Duuh.. Dan saya memasuki minggu ke empat, tanpa stok ASIP sama sekali. Whoa, that’s the story. From surplus to defisit in only a glance.

Beruntung, Sophie sudah setahun saat itu. Saya mengenalkan susu UHT dan alhamdulillah Sophie langsung mau. Hari pertama kedua ketiga lancar. Hari keempat kok feses Sophie encer dan sehari sampai 5 kali. Saya mulai garuk-garuk kepala, apakah Sophie intoleran susu UHT? Untuk membuktikannya saya menunggu 4 hari menghentikan UHT. Saya memompa ASI berkali-kali dalam semalam dan hasilnya tetap mengenaskan. Sehari semalam cuma terkumpul 150 mL. Dalam rangka menghentikan sementara konsumsi UHT tersebut saya siang menyusul ke TPA untuk menyusui dan menjemput Sophie lebih awal. Capek tapi worth it. *tapi saya gak kuat klo harus selamanya seperti itu. Berat* Di hari ke lima Sophie tetap saja diare ringan seperti itu. Dan akhirnya sembuh di hari ke 9 bersamaan dengan hilangnya demam yang dideritanya, setelah gigi pertamanya nongol dengan sempurna. Kesimpulannya diare bukan karena UHT. Sayapun melanjutkan konsumsi UHT sampai sekarang.

Sekarang, Sophie hanya mendapatkan bekal ASIP 80-120 mL seharinya. Itu adalah hasil perahan hari sebelumnya. Pas istirahat siang saya melipir ke TPA untuk menyusui. Trus kekurangannya ditambal dengan UHT. Saya menggunakan merk Diamond yang 200 mL. Kadang habis, tapi lebih sering nyisa.

Whew, I wrote a lot! Short in short, rangkuman dari perjalanan 1 tahun 18 hari kami tentang menyusui adalah:

  • bekali diri dengan ilmu yang cukup. Masa hamil adalah masa yang ideal untuk belajar tentang menyusui dan segala tetek bengeknya
  • satukan visi dengan suami. Support dari suami sangat penting. Jelas itu.
  • cari RS untuk melahirkan yang bisa mengakomodir keinginan kita
  • siapkan perlengkapan perang sebaik mungkin.
  • bersiaplah untuk kondisi yang tidak diharapkan.

Ah, sudah lama saya tidak secerewet ini ya. Hahaha…

7 thoughts on “My Breastfeeding Story: from Surplus to Defisit”

  1. salam kenal Mb Nurvita :)belum tentu kehamilan menghentikan produksi ASI lho Mbak, teman saya hamil ASInya masih berlimpah, bahkan sampai melahirkan anak ketiganya masih menyusui anak keduanya. Tergantung manajemennya sepertinya.

  2. sayangnya tidak berlaku buat saya T_T,,padahal jadwal menyusui ga berubah seperti biasanya,,,mungkin Alloh berkehendak lain,,,lagipula tiap wanita berbeda-beda kondisinya,,,juga janin yang dikandungnya,,,rahimnya sensitif atau tidak,,,sayapun kalo asi tetap lancar insya Alloh akan menyempurnakan penyusuan hingga 2 tahun seperti perintah-Nya,,,hehehesalam kenal juga

  3. betul mba…yg penting usaha…aku jg ga nyangka bs sampai 1 tahun kasi full asi u/ Fra, pdhl tadinya udah bolak balik ke klinik laktasi krn masitis & perahan dikit, sementara aku kerja jugaeh..tyt anakku sejak umur 11 bulan mnolak nyusu langsung, udah dicoba berbagai cara tetep ga mau nenen, alhasil cm minum asi perah ajadan sekarang meskipun rajin merah, asiku kayaknya dah mulai tipis aja nih…eh maap malah jd curhat :p

Leave a reply to nurvita ningsih Cancel reply