Uncategorized

Tukang Kicau yang Berbahagia

Suami sering bilang bahwa saya ini boros kata-kata. Apa yang seharusnya bisa dinyatakan dengan satu dua kata, kalau saya lagi senewen, ya, keluarnya jadi lima kata sendiri, ibaratnya. Dan, ya, saya ini orangnya mudah senewen, terutama kalau suami menanyakan sesuatu yang sudah ditanyakan sebelumnya.

“Tadi, kan, sudah Mama jawab, Pa. Kenapa,sih,  ditanyakan lagi?’

Padahal, pertanyaan suami bisa saya jawab dengan satu kata saja.

Sudah, misalnya.

Kangkung, contoh lainnya.

Dan entah bagaimana mekanismenya, hal-hal tidak keren semacam ini justru ditiru oleh Sophie. Si nona poni sekarang  juga suka merepet tak habis-habis untuk mengungkapkan hal yang seharusnya bisa disampaikan secara singkat saja.

Weekend lalu suami melanggar lampu merah. Saya bertanya kenapa plus ngomel-ngomel yang (sebenarnya) tidak perlu  dan (jelas) tidak penting. Sophie langsung bertanya kenapa saya cerewet sama suami.  Lah, anaknya langsung ikut ngomel, coba.

“Papa kalau ada lampu melah belhenti, ya. Melah itu altinya stop. Kalau tidak berhenti bahaya, tahu, Pa. Papa jangan sepelti mobil balap yang tidak belhenti kalau ada lampu melah. Mobil balap itu cepet-cepet jalannya, jadi gak bisa belhenti klo ada lampu melah. Dan mobil balap itu bahaya. Besok-besok kalau ada lampu melah Papa belhenti, lho”

Dan tidak cukup sekali, lho, ngomelnya. Ocehan tentang lampu merah, bahaya dan mobil balap (yang sebenarnya kurang pas. Berhubungan, sih, iya. Tapi rasanya kok maksa, ya) itu diulang berkali-kali oleh Sophie.

Belum lagi omelan saya tentang hal remeh temeh lainnya (yang dengan segera dilipatgandakan oleh Sophie).

Resmi sudah, tukang kicau di rumahliliput kini ada dua.

Polusi suara buat suami.

Yang tabah, ya, suami 😀

Btw, kemarin sore tukang kicau#1 (a.k.a saya) berubah jadi manis sekali mulitnya. Bawaannya senyum-senyum melulu, apapun yang dikatakan suami saya iyakan saja. Nurut semua perkataan suami. Tidak merepet. Tidak mengomel. Bila ada pemicu ngomel saya senyumi saja. Kok bisa?

Semua itu karena suami menang undian Dulux Paint.

“Ma, Papa menang lho, dapat voucher 1 juta”

“Wow, alhamdulillah”

Ini pertama kalinya kami menang undian. Seneng banget rasanya.

“Voucher MAP, sih, apaan?”

“Hah, VOUCHER MAP 1 JUTA?”

Hati saya langsung membuncah bahagia berlipat-lipat kalinya gara-gara ini. As happy as a Payless lover (yang sudah berbulan-bulan mengincar sepatu idaman tapi tak kunjung didiskon harganya) could be.

Setelah saya jelaskan apa itu voucher MAP, antusiasme suami hilang sudah. Tentu saja, suami saya berharap 1 juta itu berwujud uang tunai saja, bukannya voucher (yang kemungkinan besar) akan dinikmati sepenuhnya oleh saya.

Alhamdulillah.

Terima kasih, Dulux.

Terima kasih, suami.

😀

Uncategorized

Oh, Sophie….

“Pa, tadi Bu Lomy belpesan apa, hayo?

“Besok Sophie renang”

“Satu?”

“Bawa baju renang”

“Dua?’

“Bawa baju ganti”

“Tiga?”

“Bawa kantong plastik”

“Empat?”

“Bawa air minum”

“Dan boleh bawa jajan. Besok aku bawa jajan apa, dong, Pa?”

Jangan khawatir, Sophie. Alhamdulillah ingatan Papamu masih bagus, kok.  Papa belum lupa semua pesan Ibu Romy tadi siang. Tidak perlu, lah, dites segala macam itu 😀

Image

Uncategorized

Sunshine!

Sabtu pagi, Sophie menggambar bunga. Tumben lho, biasanya dia tidak betah duduk diam lama-lama memegang pensil.

“Ini tangkainya, Ma. Ini bunganya dan ini daunnya”

“Potnya mana, Soph”

“Tidak ada potnya, Ma. Ini bunganya tumbuh di tanah”

Sophie lalu menggambar beberapa bunga lagi, kemudian meletakkan kertas gambarnya di atas meja, di antara tumpukan hartanya.

Minggu sore, sebelum mengantar saya ke stasiun, Sophie menyerahkan gambar bunga tersebut pada saya.

“Ini untuk Mama di Sulabaya”, katanya.

I love you too, baby girl. To the moon and back.